Yogykarta : Direktur PT Askes Indonesia Tbk, Fachmi Idris, mengusulkan agar
pembiayaan penyakit akibat konsumsi rokok mendapatkan subsidi dari
pemerintah kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dari hasil cukai dan pajak hasil tembakau.
"Hasil tembakau berkontribusi lebih dari 95 persen dari total cukai sebesar Rp52,6 triliun yang diperoleh negara pada semester I 2013," katanya dalam seminar Gangguan Kesehatan dan Pembiayaan Penyakit Terkait Rokok, Tanggung Jawab Siapa? di Jakarta, Kamis (31/10).
Mengenai data perokok aktif, kata dia, harus ditangkap melalui aplikasi pelayanan kesehatan tingkat pertama dan aplikasi Indonesia Case Based Groups (INA-CBG's) di pelayanan rujukan.
Hal itu, dikatakan, dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan promotif dan preventif. "Juga untuk mengetahui dampak konsumsi rokok terhadap pola morbiditas penyakit dan terhadap beban pembiayaan kesehatan," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Zaenal Abidin, menyatakan, perlu dibuat regulasi yang komprehensif dalam upaya menanggulangi penyakit terkait rokok (PTR).
"Penanggulangan komprehensif yang dimaksud adalah sebuah regulasi yang tidak hanya terfokus pada upaya kesehatan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan) terhadap penderita PTR," katanya.
"Tidak mungkin mereka menanggung biaya sendiri karena mahal apalagi yang banyak menderita PTR adalah rakyat miskin dan rakyat yang tidak berdosa (perokok pasif)," katanya.
Secara filosofis dan yuridis, negara berkewajiban untuk memberi pelayanan kesehatan bagi seluruh warga negara, termasuk penderita PTR dan sesuai dengan Pasal 28H UUD 1945.
pemerintah kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dari hasil cukai dan pajak hasil tembakau.
"Hasil tembakau berkontribusi lebih dari 95 persen dari total cukai sebesar Rp52,6 triliun yang diperoleh negara pada semester I 2013," katanya dalam seminar Gangguan Kesehatan dan Pembiayaan Penyakit Terkait Rokok, Tanggung Jawab Siapa? di Jakarta, Kamis (31/10).
Mengenai data perokok aktif, kata dia, harus ditangkap melalui aplikasi pelayanan kesehatan tingkat pertama dan aplikasi Indonesia Case Based Groups (INA-CBG's) di pelayanan rujukan.
Hal itu, dikatakan, dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan promotif dan preventif. "Juga untuk mengetahui dampak konsumsi rokok terhadap pola morbiditas penyakit dan terhadap beban pembiayaan kesehatan," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Zaenal Abidin, menyatakan, perlu dibuat regulasi yang komprehensif dalam upaya menanggulangi penyakit terkait rokok (PTR).
"Penanggulangan komprehensif yang dimaksud adalah sebuah regulasi yang tidak hanya terfokus pada upaya kesehatan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan) terhadap penderita PTR," katanya.
"Tidak mungkin mereka menanggung biaya sendiri karena mahal apalagi yang banyak menderita PTR adalah rakyat miskin dan rakyat yang tidak berdosa (perokok pasif)," katanya.
Secara filosofis dan yuridis, negara berkewajiban untuk memberi pelayanan kesehatan bagi seluruh warga negara, termasuk penderita PTR dan sesuai dengan Pasal 28H UUD 1945.
:: Semoga saja tingkat kesehatan yang di rugikan oleh rokok kepada masyarakat di Indonesia tahun demi tahun dapat berkurang ya, sehingga banyak masyarakat hidup sehat dan jauh oleh penyakit yang di timbulkan baik itu oleh rokok maupun oleh perokok di sekitar kita yang tidak merokok. ayo semua hidup melangkah hidup sehat mulai sekarang, ingat lhoo kesehatan mahal harganya..semangat.!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika teman - teman menyukai artikel ini, sebagai tanda terima kasih kalian tolong bantu kami, hanya dengan 2 langkah mudah di bawah ini :
1. Klik tombol berbagi ke Facebook, Twitter, dan g+1.
2. Isi komentar pada kolom yang telah tersedia.