Guardian Angel Kota Solo

Rumah-Berita, Yogyakarta - Baru - baru saja kota - kota besar di Indonesia marak dengan aksi mogok yang berdasarkan solidaritas rekan seprofesinya, ya para dokter menggelar aksi solidaritas karena adanya kasus yang melibatkan 3 dokter yang terjerat hukum. Sehingga mereka  bersama - sama serempak tidak melayani pasien dan hanya melayani pasien yang dalam kondisi darurat saja. Namun ternyata kita masih dapat menemui lelaki tua yang senantiasa tetap membuka praktik di rumahnya dan tidak mengikuti aksi mogok tersebut tapi tetap melayani masyarakat sebagaimana tugasnya selama ini.

Lahir di Kota Magelang pada tanggal 16 Agustus 1934, Lo Siaw Gin atau lebih dikenal dengan panggilan dokter Lo. Dokter Lo merupakan dokter yang langka di Indonesia saat ini. Mengapa demikian? Dokter Lo adalah dokter senior di kota Solo, dimana beliau tidak pernah menentukan tarif pasien yang datang kepadanya. Bahkan lebih banyak dari mereka digratiskan sama sekali dari biaya konsultasi maupun obat. Dia melakukan itu karena ingin mengabdi kepada kemanusiaan dan menurutnya seorang dokter harus mengedepankan fungsi sosial serta selalu mendahulukan kepentingan rakyat.

Di usianya yang sudah tidak muda lagi yaitu 79 tahun, setiap hari rata - rata 60 pasien datang ke tempat praktik di kediamannya. Lo membuka praktik di Jalan Yab Tjwan Bing No 7, Jagalan, Solo, setiap hari, pagi dan sore, kecuali Minggu. Tak hanya di rumah tempat dia membuka praktik, namun juga  dokter Lo bertugas di rumah sakit yaitu Rumah Sakit.Kasih Ibu, Solo. Selama ini ada yang datang dari kalangan masyarakat kelas atas dan juga kalangan miskin. Semua pasien yang datang, tidak dikenai biaya. Artinya yang mau memberinya uang suka rela, biasanya yang datang dari kalangan berduit akan suka rela memberinya imbalan konsultasi dengan meletakkan amplop yang berisi uang di atas mejanya.

Dokter Lo biasa di panggil dengan sebutan dokter dermawan karena hampir 70 persen dari pasiennya digratiskan terhadap pasien miskin, sama sekali tidak keluar biaya, selain gratis biaya konsultasi. Dokter Lo juga memberi resep bertanda khusus untuk dibawa ke apotik yang telah ditunjuknya. Lalu pihak apotik memberrikan obat yang diresepkan tersebut kepada si pasien secara gratis. Tagihannya akan dibebankan kepada dokter Lo di akhir bulan nantinya.

Tak hanya dikenal sebagai dokter dermawan saja melainkan dokter Lo dikenal juga sebagai dokter yang galak di mata pasien. Kemarahan dokter Lo tentu bukanlah untuk menakut-nakuti pasien, agar tidak lagi berobat ke tempatnya. Namun agar pasien lebih disiplin dalam menjaga kesehatan agar tidak terkena penyakit lagi.  Atau kepada pasien yang menganggap enteng suatu penyakit. Ia akan benar - benar sangat marah setelah pasien datang dalam kondisi yang sudah terlambat. Hal lain yang terkadang membuat dokter Lo marah adalah saat pasien menanyakan ongkos periksa padahal pasien itu tidak punya uang.

"Saya itu sebenarnya bisa melihat, mana pasien yang mampu bayar, mana yang tidak. Atau mana yang tidak mampu sama sekali. Saya kadang memang marah, kalau mereka menanyakan ongkos periksanya berapa, padahal sudah kelihatan mereka tidak mampu. Saya akan membebaskan biaya periksa, bahkan pasien yang tidak mampu menebus resep obatnya akan saya berikan. Nanti rumah sakit atau pihak apotik biar menagih kesini." Ujar dokter Lo.

Perlakuan terhadap pasien seperti ini bukan hanya dilakukan di rumah tempat praktiknya, tapi juga untuk pasien-pasien rawat inap di rumah sakit Kasih Ibu. Akibatnya dokter Lo harus membayar tagihan resep dari rumah sakit dan apotek hingga sedikitnya Rp 10 juta per bulan. Bahkan terkadang ia harus mencari donatur sendiri, jika biaya perawatan pasien cukup besar, misalnya, harus menjalani operasi.

"Untuk memenuhi tagihan obat, ada beberapa donator yang bersedia menyumbangkan uangnya. Ya cukup membantu 50 persen lebih. Mereka bukan sembarang donatur, sebab tidak mau disebutkan namanya. Tapi kebanyakan mereka itu dulu tidak mampu dan pernah menjadi pasien di sini," katanya.

Selain tidak pernah memasang tarif, yang istimewa dari dokter Lo adalah, ia tak pernah membedakan pasien kaya dan miskin. Dari kalangan manapun, pasien akan mendapatkan pelayanan yang sama, tak ada yang diistimewakan. Di mata pasien tidak mampu, dokter Lo memang bagaikan malaikat penolong.

Meski sering bersikap galak, dokter Lo tetap dicintai pasien dan warga Solo. Ia menjadi rujukan berobat terutama bagi mereka yang tidak mampu. Namun dokter lulusan Universitas Airlangga Surabaya ini merasa apa yang ia lakukan bukan sesuatu yang luar biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan.

"Ini sudah tugas saya sebagai seorang dokter, jangan dibesar-besarkan. Dokter lain juga bisa melakukan seperti yang saya lakukan, menolong pasien, siapapun dan dari kalangan manapun, Tugas dan kewajiban seorang dokter pertama-tama harus melayani pasien. Fungsi sosial inilah yang paling utama, sesuai sumpah jabatannya. Kesehatan dan keselamatan pasien harus didahulukan, melebihi apapun juga," ujarnya

Untuk dokter sekarang, Lo yakin mereka juga mempunyai fungsi sosial. Namun semua tergantung pelaksanaan dan pribadi masing-masing. Lo juga memaklumi jika banyak dokter di zaman sekarang lebih mementingkan materi. Namun dirinya berpesan agar tetap tidak melupakan fungsi sosial.

"Sekolah kedokteran sekarang itu mahal, jadi wajar saja jika mereka tetap memasang tarif cukup mahal. Tapi tetap jangan lupa mengabdi pada rakyat," katanya.

"Kami tidak pernah menerapkan adanya uang muka saat pasien mau masuk. Coba bayangkan kalau ada pasien kecelakaan yang perlu mendapatkan pertolongan secepatnya, bisa-bisa nyawanya tidak tertolong. Padahal yang membawa ke rumah sakit kan polisi, masa mereka yang mau bayar," ungkapnya.

Selama menjadi Direktur dari tahun 1981 hingga tahun 2004 di Rumah Sakit di Kasih Ibu, Lo tak pernah membuat peraturan yang memberatkan pasien. Hal tersebut hingga saat ini masih dipertahankan di rumah sakit yang berada di Jalan Slamet Riyadi tersebut.

Menurutnya orang-orang yang tidak mampu membayar uang muka dan tidak bisa mencari KTP (Kartu Tanda Penduduk) inilah yang pertama-pertama harus mendapatkan prioritas perawatan. Orang yang tidak bisa mengurus KTP pastilah orang yang hidupnya susah. Belum lagi pasien korban kecelakaan. Bagaimana mungkin orang yang terkena musibah mendadak di jalanan dan pasti tidak membawa uang cukup ini harus membayar uang muka. Padahal dia harus mendapatkan perawatan intensif karena musibah itu. Nilai kemanusiaan inilah yang harus dikedepankan," lanjutnya.

Suami Maria Gan May Kwee mengaku bisa seperti sekarang ini karena teringat pesan dari sang ayah. Selain itu seorang dokter di Solo yang dikenal dengan nama dokter Oen, almarhum juga menginspirasinya buat hidup sederhana. "Saya selalu ingat pesan beliau (ayah). Beliau bilang kalau saya ingin menjadi dokter, ya harus mau menolong sesama. Menolong orang yang tidak mampu, jangan mencari materi, jangan mencari keuntungan. Kalau mau kaya ya berdagang saja, jadi pengusaha saja, jangan jadi dokter," kisahnya.

:: Seandainya semua dokter di negeri ini seperti beliau, dan banyak donatur yang mendukung pengabdian beliau yang tidak mau disebut namanya itu pasti tidak ada lagi masyarakat yg bingung memikirkan penyakitnya akibat ketidakmampuanya berobat...rakyat yang dibawah garis kemiskinan akan merasa aman dan sehat selalu karena sudah ada yang dengan tulus membantu meringankan beban yang dideritanya, dan juga semoga presiden dan para wakil rakyat yang duduk di kursi pemerintahan mau memperhatikan masalah kesehatan bagi rakyat yang kurang mampu dan dapat membantu menuntaskan mahalnya biaya berobat di setiap rumah sakit yang sampai saat ini masih di rasakan di banyak kota di Indonesia..
Terima kasih Dok..terima kasih juga Donatur yang sudah bersedia membntu meringankan beban orang lain dengan tulus tanpa pamrih, semoga bisa menjadi contoh di tengah masyarakat. Tuhan memberkati Dr. Lo..